Kata orang hari minggu biasanya
menjadi hari untuk bermalas-malasan, sebagian lainnya bahkan berpikir berlebihan
bahwa gravitasi bumi menjadi lebih kuat pada hari minggu sehingga terkadang
memaksa mereka untuk berdiam membungkus diri dalam selimut apalagi ketika diiringi
oleh musik natural, hujan. Pemikiran-pemikiran seperti itu pun kadang hinggap
dalam otakku namun untuk hari ini tidak. Hari ini aku punya jadwal untuk diriku
sendiri yaitu berbelanja dan memasak. Sebenarnya tak ada yang spesial hari ini,
sama saja dengan hari lainnya. Namun, kemauan “langka” aku untuk memasak
tiba-tiba muncul karena malam sebelumnya aku menonton video tutorial memasak di Youtube
tentang cara membuat risoles.
Aku akan berbelanja di salah satu
pusat perbelanjaan di Kota Makassar, Carrefour.
Toko ini berada di Jalan Perintis Kemerdekaan, letaknya tak begitu jauh dari
rumah. Disisi lain, hujan nampaknya menjadi salah satu kendala untuk berangkat
karena aku hanya akan menggunakan motor dan
kondisi aku yang selalu mengabaikan untuk membeli jas hujan nampaknya
sudah mulai terlihat akibatnya. Akhirnya
aku memutuskan untuk menggunakan taksi saja.
Aku mulai membuka daftar
belanjaan yang telah aku buat dan mengunjungi rak demi rak letak
bahan-bahan yang akan aku beli. “Rasanya sudah semua” Pikirku. Aku akhirnya
mengantre di kasir untuk melakukan pembayaran. Setelah melakukan pembayaran,
aku keluar dari pintu toko dan berdiri di depan parkiran mobil. Parkirannya
sangat sepi, hanya ada tiga mobil yang terparkir disana.
Pulang dan memasak adalah tujuan
selanjutnya. Aku berdiri cukup lama untuk menunggu hujan reda namun nampaknya
tak ada tanda-tanda. Jika ingin pulang, aku harus menyebrang jalan dulu untuk
menunggu angkutan umum yang mengarah ke rumah. Tetapi hujan serasa menjadi
semakin deras, nadanya semakin lantang, butirannya juga terlihat semakin besar.
Butiran hujan dan kulit bumi bertabrakan satu sama lain, percikannya tersebar
ke segala arah bahkan tergenang. Apakah sedramatis ini rindu hujan kepada bumi?
Mereka rela saling bertabrakan dan membanjiri kota untuk melampiaskan rindu.
Saat itu aku melihat seorang anak
lelaki yang berumur sekitar sebelas atau dua belas tahun sedang menari-nari di
bawah rinai hujan. Dia nampaknya sangat menikmati irama hujan. Aku melihatnya
memegang payung bermotif pelangi yang berukuran lumayan besar untuk melindungi
tubuh mungilnya, tetapi mengapa tak dimanfaatkan?
Di sisi lain, ada seorang ibu-ibu yang baru saja keluar
dari pintu toko sambil mendorong troli. Dia berdiri tepat di sampingku. Tangan
kirinya memegang kunci mobil sementara tangan kanannya tetap berpegangan pada
troli. Dia memanggil anak lelaki itu dengan sebutan “Hoe, kesini!” sambil
melambaikan tangan. Anak itu menghampiri dan memberikan payungnya kepada si ibu
sementara dia tetap berjalan santai di bawah hujan mengikuti langkah si ibu menuju mobilnya. Uang lima ribu rupiah
dikeluarkan oleh ibu tersebut untuk upah sang anak. Anak itu tersenyum sangat
bahagia setelah diberikan upah. Rupanya anak lelaki itu adalah seorang ojek
payung.
Anak itu berhasil menyedot
perhatianku sepenuhnya, aku pun jadi lupa untuk memperingati diriku sendiri
untuk segera pulang.
“Kak payung, Kak?” Tanya sang
anak yang menghampiriku setelah mengantarkan pelanggan sebelumnya.
Aku mengiyai dan meminta sang
anak untuk mengantarku ke seberang jalan dan dia setuju. Kami mulai berjalan
meninggalkan toko. Seperti pemandangan sebelumnya, anak ini juga tidak mau
berteduh di dalam payung bersamaku padahal payungnya cukup untuk dua orang.
Perjalanan ke seberang jalan lumayan lama karena harus berjalan kaki keluar
dari area parkiran toko dan menunggu kendaraan agar mau mengalah untuk kami
menyebrang.
Kami menghabiskan waktu untuk
mengobrol dan rasa penasaran aku tentang anak ini tentu saja segera aku tanyakan.
“Saya rindu hujan kak, hujan ini
rejeki saya jadi saya tidak mau membuang waktu untuk melewatkan hujan. Karena
hujan memberi saya rejeki, basah bukan masalah kak, apalagi ini hari minggu,
saya sedang libur.” Kata sang anak, menjelaskan.
Aku hanya terdiam memperhatikan cara sang anak lelaki itu berbicara sambil memendam rasa kagum tentang kegigihannya dan kesyukurannya yang luar biasa kepada nikmat yang diberikan Sang Pencipta.