Rabu, 13 Januari 2016

Cerita antara Ban Bocor dan Sepatu

Rabu, 6 Januari 2016 merupakan jadwal kegiatan sekolah alam yang akan dilaksanakan di wilayah Paotere Makassar. Kegiatan ini adalah kegiatan donasi dari Sekolah Alam Bosowa melalui Komunitas Lemina (Lembaga Mitra Ibu dan Anak). Tiga hari sebelum pelakasanaan kegiatan tersebut, kami dari komunitas Lemina telah mengadakan rapat atau diskusi tentang persiapan-persiapan yang akan dilakukan dalam  menyukseskan acara tersebut.

Selasa malam, beberapa jam sebelum pelaksanaan kegiatan ini, saya mulai menyiapkan barang-barang yang akan saya perlukan untuk kegiatan besok. Baju kemeja berwarna biru muda dan celana katun biru tua serta jilbab berwarna senada menjadi pilihan saya untuk kegiatan yang akan dilaksanakan besok. Kata beberapa teman, saya orangnya sedikit perfeksionis, sebutan untuk seseorang yang selalu ingin melihat dan melakukan semuanya dengan sempurna. Saya pun kadang-kadang merasakan itu, saya sering mengkaji lebih detil sebelum atau saat melakukan sesuatu. Bahkan, “great thing takes time” biasanya menjadi prinsip saya. Saya tidak tahu apakah ini sifat yang positif atau negatif karena beberapa teman tetap mengeluhkan hal ini kepada saya.

Saya mulai menyetrika outfit pilihan saya sambil mengobrol dengan mami, panggilan saya kepada seorang perempuan yang telah melahirkan dan membesarkan saya. Setahun belakangan ini mami menderita nyeri punggung atau biasa disebut Low Back Pain (LBP) dalam istilah medis. Oleh karena itu, mami harus mengikuti terapi rutin selama satu minggu yang terletak di Jalan Pongtiku Makassar. Karena perjalanan menuju lokasi Sekolah Alam melewati tempat terapi mami, maka saya pun bersedia untuk membawa mami ke lokasi terapi sebelum melanjutkan perjalanan ke Paotere.

Keesokan harinya, tepatnya pukul 06.45, saya dan mami sudah siap untuk berangkat. Dua menit setelah mengunci pintu rumah, saya menyadari bahwa saya belum memilih sepatu untuk dikenakan hari ini. Saya kembali membuka pintu rumah dan memerhatikan kotak demi kotak yang tersusun rapi diatas rak sepatu yang terletak di belakang pintu. Kebetulan satu minggu yang lalu saya membeli sebuah sepatu flat berwarna biru tua dan baru sekali saya pakai, warnanya sangat pas untuk saya kenakan bersama potongan celana dan jilbab saya hari ini.

Saya merasakan keanehan saat mengendarai motor sehingga saya memutuskan untuk berhenti. Tepat pukul 07.00 kami berhenti di depan kompleks rumah kami, Perumahan Nusa Tamalanrea Indah. Ternyata ban motornya bermasalah. Saya dan mami akhirnya mendorong motor sekitar sepuluh meter untuk mencapai tempat tambal ban. Saya tidak tahu apakah tempat itu bisa dikategorikan sebagai bengkel atau tidak, kerena hanya melayani tambah angin dan tambal ban saja bahkan pemiliknya hanya menggunakan gerobak dorong.
“bannya bocor dek, lubangnya ada lima, ini pakunya” kata bapak tukang tambal sambil menunjukan dua buah paku kecil di telapak tangannya.

Saya tidak berkata apa-apa, hanya mami yang berdiskusi banyak dengan bapak tersebut. Sebenarnya kami berhenti di lokasi yang tepat karena sekeliling kami adalah sepanjang Jalan Perintis Kemerdekaan, dimana sisi kiri dan kanannya adalah bengkel, bahkan tepat di sebelah kiri kami adalah Bengkel Resmi Yamaha. Sayangnya, tidak ada bengkel yang terbuka pada jam-jam seperti ini, paling cepat jam sembilan pagi, berdasarkan informasi yang saya dapatkan dari Bapak tukang tambal.

Saat saya menanyakan solusi untuk motor saya, dia bilang ban dalamnya harus diganti. Jika terburu-buru untuk mengganti sekarang maka sebaiknya mencari ban dalam di bengkel lain. Saya memutuskan untuk menggunakan jasa ojek untuk mencari ban dalam motor.
“Tidak usah naik ojek dek, di sekitar sini semuanya bengkel. Coba saja jalan kaki kesana, ke arah BTP” kata Bapak tukang tambal sambil menunjuk ke arah Perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP) yang sejenak membuat saya berpikir.

Akhirnya saya dan Mami berjalan kaki hingga ke depan Perumahan BTP. Tak ada satupun bengkel yang terbuka, kami pun menyerah dan kembali ke lokasi kami sebelumnya. Saat perjalanan pulang, kami begitu senang karena satu bengkel baru saja terbuka. Kami pun menyapa pemiliknya yang baru saja selesai membuka pintu bengkel tersebut dan berharap masalah kami dapat menemukan solusi.

“Ban dalam belakang untuk motor habis mbak” Kata pemilik bengkel

Saya semakin lesu dan tidak bersemangat. Saya akhirnya memutuskan untuk menunggu hingga bengkel lainnya terbuka. Saya menghabiskan hampir dua jam untuk menunggu.

“Sepatu ini tidak pembawa sial kan? Kenapa ban motornya bocor? Kemarin waktu memakai sepatu ini jalan-jalan bersama kak fajar (kakak kadung saya) menggunakan sepeda motornya, ban motornya juga bocor”

Entah dari mana saya mendapat pikiran seperti itu karena jika dipikir secara logika, tak ada hubungannya sama sekali ban bocor dengan sepatu. Tapi faktanya dua kali mengenakan sepatu itu, dua kali juga ban motor pecah.

9 komentar:

  1. Bawa sini saja sepatu Meli 😆, mungkin cocok untuk orang lain

    BalasHapus
  2. cukup saya saja yang mengalami ban bocor hihih

    BalasHapus
  3. Wah, ada mitos sepatu pembawa sial rupanya. O iya, tidak ada kesalahan berarti di tulisannya. Keren. Cuma ada 1 khilaf. Lupa huruf kapital di awal kalimat pada salah satu kalimat langsung.

    BalasHapus
  4. "bannya bocor dek..."
    Terima Kasih bunda :)

    BalasHapus
  5. Halo kak Mel.

    Mungkin sepatunya menebar paku? *ehh

    Saya menemukan kutipan langsung tanpa huruf kapital diawalnya
    “bannya bocor dek, lubangnya ada lima, ini pakunya”
    Penggunaan kata sapaan Dek huruf kapital pula.

    Have a nice day Kak Mel. ANA

    BalasHapus
  6. Halooo mel ^^

    Duh sepatu yang mencurigakan.


    Aturan penulisan judul yang baku bagaimana ya?

    Pernah baca juga kalau penulisan kata sambung pada judul memang tetap menggunakan huruf kecil.

    Lalu bagaimana dengan pendapat tentang setiap kata pada judul harus diawali dengan huruf kapital?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekedar menjawab yang saya tahu ya tifah. Penulisan judul menggunakan huruf kapital di awal kata, kecuali konjungsi dan preposisi.

      Hapus
    2. Terima kasih Atifah dan Kak Nur.
      Setahu saya juga begitu tifa seperti yang dibilang Kak Nur.

      Hapus

Tulisan Perempuan

Popular Posts